Mindful Learning Innovatiobn

Antara Genggaman dan Titipan – Menemukan Tenang dalam Takdir Allah

Ada yang dapat kita genggam, ada pula yang hanya bisa kita titipkan kepada Allah. Dalam genggaman kita, ada pikiran yang bisa diarahkan, ada sikap yang bisa dipilih, ada keinginan yang bisa disucikan, dan ada langkah yang bisa digerakkan. Inilah ladang amal, tempat kita menanam benih kebaikan dengan tangan sendiri.

Namun di luar kendali kita, ada sehat dan sakit yang datang seperti musim, ada harta yang bisa hadir lalu pergi, ada reputasi yang rapuh, ada opini manusia yang berubah seperti angin, ada hasil usaha yang tak selalu sama dengan rencana. Semua itu bukan milik genggaman kita, melainkan wilayah takdir, tempat kita belajar ridha.

Di titik inilah jiwa menemukan tenang, Bahwa tugas kita hanyalah berusaha, sebaik-baiknya usaha. Bahwa doa kita hanyalah berserah, sedalam-dalamnya pasrah. Dan bahwa Allah, sebaik-baik Penjaga, tak pernah meninggalkan hamba yang berikhtiar.

Hidup adalah perjalanan antara yang bisa kita kendalikan dan yang tak pernah bisa kita genggam. Setiap hari, kita berhadapan dengan pilihan-pilihan kecil, pikiran yang datang, sikap yang kita pilih, dan tindakan yang kita jalankan. Inilah wilayah yang Allah amanahkan, ladang tempat kita menanam benih amal.

Namun di sisi lain, ada hal-hal yang tak pernah tunduk pada kendali kita. Sehat dan sakit datang seperti angin yang tak bisa ditahan. Harta bisa hadir, lalu lenyap tanpa pamit. Reputasi bisa harum, bisa pula tercemar, tanpa selalu sesuai dengan niat. Dan opini manusia? Mereka berubah secepat bayangan di sore hari.

Di sinilah jiwa sering goyah, ketika ia berpegang pada sesuatu yang sebetulnya bukan miliknya. Kita ingin hasil yang pasti, padahal Allah mengajarkan: 

 وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْۗ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu.

Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 216).

Betapa indahnya, bila kita belajar membedakan mana yang harus kita perjuangkan, mana yang harus kita serahkan. Karena yang sejati berada pada niat, usaha, dan doa. Selebihnya adalah wilayah takdir yang hanya Allah yang kuasa menentukannya.

Bayangkan jiwa yang lelah karena terus menggenggam hal-hal di luar kendalinya. Ia seperti orang yang mencoba menahan ombak dengan tangan kosong. Sementara ketenangan hadir ketika kita menyadari bahwa tugas kita hanyalah mengarahkan perahu, sementara angin dan gelombang adalah urusan Sang Pemilik Laut.

Maka jangan letakkan kebahagiaanmu pada hasil, karena hasil adalah milik Allah. Letakkan kebahagiaanmu pada proses, pada langkah-langkah kecil yang engkau ambil dengan ikhlas. Sebab di situlah letak kebebasan,ketika tidak lagi diperbudak oleh penilaian manusia, tidak lagi terikat oleh gemerlap dunia yang fana.

Orang yang mengendalikan pikirannya, menjaga sikapnya, menyucikan keinginannya, dan menata tindakannya, sesungguhnya ia tengah membangun taman di dalam hatinya. Meski di luar badai datang bertubi-tubi, ia tetap memiliki ruang tenang, karena hatinya terikat hanya pada Allah.

Dan orang yang bergantung pada dunia, pada harta, pada pujian, pada pandangan manusia, sesungguhnya ia sedang membangun rumah di atas pasir. Sekali ombak datang, runtuhlah seluruhnya. Betapa rapuh hidup yang bergantung pada sesuatu yang tak bisa dikendalikan.

Kuncinya adalah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar membuat kita berjalan dengan kesungguhan, tawakal membuat kita berjalan dengan ringan. Ikhtiar adalah kerja tangan, tawakal adalah kerja hati. Jika keduanya berpadu, maka jiwa akan menemukan keseimbangan antara bekerja keras di bumi, tapi hatinya terikat di langit.

Maka jangan biarkan hatimu hancur oleh apa yang di luar kuasa. Fokuslah pada apa yang Allah titipkan dalam kendali. Sebab di situlah letak kebebasan yang sejati, dan di sanalah letak kebahagiaan yang hakiki.

error: Maaf, konten ini dilindungi. Tidak bisa dicopy.!